Pembelajaran Geografi di Perguruan Tinggi

Pembelajaran Geografi di Perguruan Tinggi

Pengkajian bahan ajar atau kurikulum Geografi di perguruan tinggi dibatasi pada program studi strata 1 yang menghasilkan lulusan pendidikan Geografi. Pada saat ini pola pendidikan strata 1 Geografi terdiri atas (1) program pendidikan yang menghasilkan Sarjana Geografi atau yang bersifat keilmuan dan (2) program pendidikan yang menghasilkan Sarjana Kependidikan Geografi atau yang bersifat ilmu kependidikan. Ke dua jenis pendidikan tersebut memiliki tujuan yang berbeda. Dalam makalah ini telaah dilakukan terhadap kurikulum ke dua program studi tersebut. 

1. Program studi Ilmu Geografi

Pada saat ini di Indonesia terdapat 6(enam) perguruan tinggi penyelenggara pendidikan program studi Geografi yaitu 2(dua) PTN yaitu Universitas Indonesia dan Universitas Gadjah Mada, dan 4(empat) PTS yaitu Universitas Muhammadiyah Surakarta, Universitas Muslim Nusantara Medan, STKIP Abdi Pendidikan dan STKIP PGRI Sumatra Barat (Dikti Depdiknas, 2002). Sementara itu data jumlah mahasiswa aktif tahun 2002 adalah 264 orang (UI) dan 1186 orang (UGM) atau total 1450 orang. Rata rata jumlah mahasiswa yang diterima setiap tahun dari ke dua perguruan tinggi tersebut diperkirakan sebanyak 250 orang dan rata rata jumlah lulusannya sebanyak 150 orang. Dalam tulisan ini data jumlah mahasiswa dan lulusan dari keempat PTS program studi Geografi belum dapat disajikan. 

Berdasarkan data tersebut di atas dapat diketahui bahwa jumlah perguruan tinggi penyelenggara program studi Geografi di Indonesia masih relatif sangat sedikit dengan daya tampung sangat terbatas. Dengan asumsi jumlah mahasiswa Geografi dari PTS sama dengan PTN dan jumlah total mahasiswa di Indonesia diperkirakan tidak melebihi angka dua juta , maka jumlah mahasiswa Geografi diperkirakan kurang dari 0.5% dari jumlah mahasiswa di Indonesia. Dari segi lokasi, jumlah provinsi yang memiliki perguruan tinggi penyelenggara program studi Geografi sebanyak kurang dari 20% dari total jumlah provinsi di Indonesia. Fakta tersebut dapat dipandang sebagai salah satu indikator yang dapat menunjukkan masih rendahnya perhatian masyarakat dan pemerintah terhadap pendidikan Geografi di Indonesia. 

Di samping faktor jumlah dan sebaran lokasi PT penyelenggara, faktor lain yang dapat mempengaruhi perkembangan ilmu Geografi adalah belum jelasnya kualifikasi lulusan bagi masyarakat pengguna. Salah satu faktor yang dapat menentukan kualifikasi lulusan adalah tingkat kompetensi dan materi kurikulum program studi. Penyempurnaan kurikulum program studi Geografi, kurikulum inti dan kurikulum nasional, perlu diberi perhatian serius dalam rangka memajukan pendidikan Geografi di Indonesia. 

Keberadaan kurikulum baku program studi Geografi antara lain diperlukan oleh BAN PT untuk melakukan evaluasi dan akreditasi secara nasional. Hasil evaluasi BAN PT dapat digunakan oleh setiap penyelenggara program untuk meningkatkan proses belajar mengajar dalam mencapai visi dan misi yang ditetapkan. Selanjutnya akan dilakukan telaah singkat terhadap kurikulum nasional program studi Geografi. 

a. Kurikulum nasional

Penyelengaraan pendidikan program studi Geografi di perguruan tinggi pada saat ini masih menggunakan acuan kurnas 1994, walaupun akhir akhir ini proses penyempurnaan kurnas sedang dilaksanakan dan sudah sampai tahap final. Kurikulum inti sebagai komponen terpenting dalam kurnas merupakan acuan pokok bagi setiap program studi penyelenggara pendidikan Geografi sekaligus merupakan salah satu komponen evaluasi dalam pelaksanaan akreditasi BAN PT. Oleh karena itu kurikulum inti dapat digunakan sebagai indikator untuk mengetahui tingkat kompetensi lulusan yang diharapkan atau dengan perkataan lain mutu sarjana Geografi yang bagaimana yang diharapkan saat ini. 

b. Kurikulum inti

Diskusi panjang telah dan akan dilakukan secara terus menerus oleh para geograf Indonesia untuk merumuskan mata kuliah muatan kurikulum inti. Forum diskusi formal melalui pertemuan antar program studi dan atau forum organisasi profesi di bawah Ikatan Geograf Indonesia (IGI) melalui ajang seminar nasional, pekan ilmiah tahunan (PIT) atau kongres berusaha menemukan kesepakatan bersama tentang kurikulum inti program studi Geografi. Adanya keragaman dari sudut pandang terhadap konsepsi geografi dan konsep pengembangannya dalam berbagai ajang diskusi diharapkan melahirkan suatu kurikulum inti yang ideal dan layak operasional terutama bagi perguruan tinggi di luar UI dan UGM mengingat keterbatasan SDM dan teknologi yang dimiliki. Dengan demikian akan sekaligus mempermudah pihak BAN-PT dalam menggunakan produk kurikulum inti tersebut untuk melaksanakan evaluasi melalui kegiatan akreditasi secara nasional.

Dalam tulisan ini tidak disajikan materi kurikulum program studi Geografi dari berbagai perguruan tinggi yang ada. Beberapa acuan menyangkut pengertian dan definisi Geografi berbagai literatur dapat dijadikan dasar untuk menyusun konsep kurikulum inti seperti harapan yang telah dijelaskan di atas.

Agar dapat diperoleh “benang merah” konsep pemikiran tentang berbagai definisi Geografi pada setiap jamannya, Haggett (2001) mencoba menyajikan kutipan dari beberapa pengarang sebagai berikut :

-Geography is concerned to provide an accurate, orderly and, relational description of the variable character of the earth’s surface (R. Hartshorne, “Perspectives on the Nature of Geography”, Murray, London, 1959, p.21).

-Its goal is nothing less than an understanding of the vast, interacting system comprising all humanity and its natural environment on yhe surface of the earth (E.A.Ackerman, “Annals of the Association of American Geographers,53”,1963, p.435).

-Geography seeks to explain how the subsystems of the physical environment are organized on the earth’s surface, and how man distributes himself over the earth in relation to physical features and to other men (Ad Hoc Committee on Geography, “The Science of Geography” – Academy of Sciences, Washington, D.C, 1965. p.1).

-Geography … a science concerned with the rational development and testing of theories that explain and predict the spatial distribution and location of various characteristics on the surface of the earth (M.Yeates, “Introduction to Quantitative Analysis in Economic Geography”, Prentice Hall, Engelwood Cliffs, N.J, 1968,p.1)

-Geography is the science of place. Its vision is grand, its view panoramic. It sweeps the surface of the Earth, charting the physical, organic, and cultural terrains…(Science, “Review of Harm deBlij’s Geography Book”, John Wiley, New York, 1995).

-Geography is an integrative discipline that brings together the physical and human dimensions of the world in the study of people, places, and environments (American Geographical Society et all, “Geography for Life”, National Geographic Society, Washington, D.C, 1994). 

Walaupun belum dapat memberikan informasi secara lengkap paling tidak definisi definisi di atas memperlihatkan adanya perbedaan kebutuhan manusia pada setiap periode definisi geografi. Perhatian geograf dimulai dengan analisis ruang muka bumi sebagai lingkungan tempat hidup manusia, aspek lingkungan sebagai faktor yang mempengaruhi manusia dalam mengorganisasi dirinya, dilanjutkan dengan bagaimana mengorganisasi ruang muka bumi melalui pendekatan hubungan ekologis terhadap lingkungan manusia, dan pada akhirnya para geograf tertarik mengembangkan konsep keragaman ruang muka bumi dan telaah potensi kekayaannya sesuai karakteristik wilayah masing masing. Oleh karena itu dalam menetapkan kebijakan pembangunan wilayah seyogyanya perlu memperhatikan faktor karakteristik wilayah, sebagai salah satu contoh kritik para geograf saat ini, agar dapat mengurangi persoalan konflik yang menyangkut “tanah” dalam konteks “ruang”.

Dalam rangka menyusun kurikulum inti, pemikiran Haggett (2001 p.764) tentang struktur internal ilmu Geografi dapat digunakan sebagai salah satu pendekatan agar aspek keragaman (diversity) dapat mencerminkan bahwa geografi adalah satu (unity). Pendekatan integratif tersebut terdiri atas (1) spatial analysis yaitu (a) theoretical (spatial interaction theory, diffusion theory, others) dan (b) applied (watershed development, urban problems, others), (2) ecological analysis yaitu (a) theoretical (environmental structures, ecosystems, others) dan (b) applied (natural resources geography, hazard appraisal, others), (3) regional complex analysis yaitu (a) theoretical (regional growth theory, interregional flow theory, others), dan (b) applied (regional forecasting, regional planning, others).

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa konsep pembidangan (geografi fisik dan geografi manusia) sudah tidak relevan saat ini. Oleh karena itu perumusan kurikulum inti seyogyanya mengikuti perkembangan paradigma yang berlaku secara universal agar para geograf Indonesia mampu memberikan kontribusi nyata terhadap perkembangan disiplin ilmu Geografi. Kerangka umum pemikiran Haggett di atas mampu mengakomodasi berbagai persoalan geografis di Indonesia saat ini dan di masa depan sebagai obyek penelitian para geograf seperti contoh persoalan yang dikemukakan pada awal tulisan ini.

Apabila disederhanakan, kurikulum inti paling tidak mencerminkan 3(tiga) ciri utama yaitu (1) core keilmuan (2) kultur masyarakat (3) penguasaan teknologi.

Mata kuliah Meteorologi/Klimatologi, Geologi/Geomorfologi, Kartografi, Konsep dan Metodologi Penelitian Geografi merupakan ciri pertama. Geografi penduduk dan Penggunaan tanah (land use) mengakomodasi ciri ke dua. Mata kuliah SIG dan Penginderaan Jauh mengakomodasi ciri ke tiga. Walaupun masih terbuka ruang untuk didiskusikan lebih lanjut, penguasaan kelompok mata kuliah diatas minimal mampu membentuk ciri seorang “geograf”. Kemampuan merumuskan persoalan yang dihadapi baik oleh pemerintah, swasta atau masyarakat umum akan dapat memberikan nilai tambah bermakna bagi lulusan sekaligus merupakan mata rantai dalam kerangka pengembangan ilmu Geografi. 

c. Mata Kuliah Lokal

Materi kurikulum inti yang seragam bagi semua penyelenggara program studi Geografi di Indonesia merupakan sarana untuk menghasilkan sarjana Geografi dengan kompetensi yang tidak berbeda, baik lulusan dari perguruan tinggi negeri maupu n swasta. Artinya, setiap lulusan memiliki core-competence sama. Oleh karena jumlah sks yang dipersyaratkan untuk meraih kesarjanaan melebihi jumlah sks kurikulum inti (144 sks) maka akan terdapat keragaman kurikulum pendidikan pada berbagai program studi Geografi terutama pada mata kuliah muatan lokal (mata kuliah lokal). 

Apabila jumlah sks mata kuliah kurikulum inti telah ditetapkan maka jumlah mata kuliah lokal dan jumlah sksnya dapat ditentukan dengan catatan jumlah sks total sebanyak 144 sks. Salah satu alternatif penetapan mata kuliah lokal untuk mencerminkan ciri khusus perguruan tinggi penyelenggara adalah dengan memperhatikan 3 (tiga) hal penting yaitu (1) jumlah dan mutu staf pengajar (2) sarana dan prasarana pendidikan dan (3) kebutuhan pasar. Bertitik tolak dari analisis optimalisasi ke tiga komponen tersebut dapat ditetapkan ciri khusus sarjana Geografi dari masing masing perguruan tinggi. Pada tahap selanjutnya, tingkat kompetensi dan ciri lulusan yang diharapkan tersebut dapat digunakan untuk merumuskan visi dan misi program studi sebagai cermin keinginan di masa depan.

Permasalahan 

Pembahasan tentang kurikulum program studi Geografi seperti disampaikan di atas dilakukan dengan tujuan untuk tercapainya kesepakatan adanya kesamaan kualifikasi sarjana Geografi di Indonesia. Kejelasan kualifikasi tenaga sarjana Geografi diperlukan untuk memudahkan para pengguna dalam memanfaatkan profesi Geografi. Faktor tidak jelasnya kualifikasi tersebut selama ini dianggap sebagai salah satu faktor penghambat dalam memasyarakatkan peran Geografi di Indonesia. Beberapa persoalan yang dikemukakan pada bagian awal tulisan ini, secara hipotetis dapat dijadikan salah satu bukti adanya jalinan sebab-akibat. 

Pada saat ini, kecuali tiga PTS yang tidak ada datanya, tiga perguruan tinggi penyelenggara program studi Geografi yaitu Departemen Geografi FMIPA UI membuka satu program studi, sedangkan Fakultas Geografi UGM dan Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta membuka lebih dari satu program studi Geografi, dengan nama yang berbeda. Oleh karena ada perbedaan nama program studi maka akan ada perbedaan kompetensi lulusan dan perbedaan kurikulum untuk menghasilkan kompetensi tersebut. Hal inilah yang barangkali selama ini menjadi faktor kesulitan dalam merumuskan core curriculum program studi Geografi di Indonesia. Hal ini akan berbeda jika nama program studi lain kecuali program studi “Geografi” merupakan program pengkhususan atau peminatan.

Keragaman program studi Geografi, baik nama program maupun muatan kurikulumnya menjadi salah satu hambatan dalam pelaksanaan kegiatan akreditasi oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT). Salah satu faktor yang menghambat teknis pelaksanaan evaluasi adalah kode program studi dan nama program studi yang ditetapkan Ditjendikti. Program studi bidang Geografi diberi nama program studi Geografi Manusia dan program studi Geografi Fisik dan Lingkungan (BAN-PT, 2003), sedangkan yang digunakan sebagai dasar penyelenggaraan pendidikan sejak awal adalah Surat Keputusan Menteri Pendidikan dengan nama program studi Geografi. 

Persoalan inilah yang barangkali dapat dianggap sebagai titik awal untuk melakukan pembenahan secara menyeluruh terhadap sistem pendidikan program studi Geografi di Indonesia. Untuk itu kepada seluruh geograf yang terlibat langsung dalam pelaksanaan pendidikan Geografi di Indonesia perlu menyatukan visi dan menyusun rencana aksi untuk melahirkan rumusan kompetensi dan struktur kurikulum baku program studi Geografi, dalam waktu yang tidak terlampau lama, untuk meningkatkan peran serta dalam memberikan kontribusi solusi berbagai permasalahan yang dihadapi bangsa dan negara saat ini dan di masa depan.
Load disqus comments

0 comments