KERACUNAN MINERAL MIKRO ESENSIAL

KERACUNAN MINERAL MIKRO ESENSIAL

Keracunan logam sering dijumpai pada ternak akibat pencemaran lingkungan oleh logam berat, seperti penggunaan pestisida, pemupukan, dan pembuangan limbah pabrik. Keracunan logam terutama menyebabkan kerusakan jaringan. Beberapa logam mempunyai sifat karsinogenik (memacu pembentukan sel kanker) maupun tetratogenik (bentuk organ salah) (Darmono 2001). Daya racun logam dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain kadar logam yang termakan, lamanya ternak mengkonsumsi logam, umur, spesies, jenis kelamin, kebiasaan makan, kondisi tubuh, dan kemampuan jaringan tubuh dalam mengkonsumsi logam tersebut (Tokarnia et al. 2000). Logam yang dapat meracuni ternak meliputi logam esensial seperti Cu dan Zn serta logam nonesensial seperti Hg, Pb, Cd, dan As. Keracunan logam pada hewan dapat terjadi melalui injeksi, air minum maupun melalui pakan. Keracunan logam mempengaruhi produksi, yaitu penurunan bobot badan, hambatan pertumbuhan, peka terhadap penyakit infeksi, dan kematian. Di samping itu, residu logam dapat menurunkan kualitas produk ternak (Puls 1994; Darmono 1995; 2001). Walaupun tembaga merupakan logam esensial, logam tersebut berpeluang besar menimbulkan keracunan pada ternak ruminansia terutama domba karena ternak tersebut paling peka terhadap keracunan tembaga. Keracunan tembaga terjadi bila logam tersebut langsung kontak dengan dinding usus sehingga menimbulkan radang (gastroenteristis), tinja berbentuk cair dan berwarna biru-kehijauan, ternak menjadi stres dan akhirnya mati (Parada et al. 1987; Baker et al. 1991; Darmono 2001; Yost et al. 2002). Menurut Bostwick (1982), keracunan kronis atau fatal terjadi bila domba mengkonsumsi 1,50 g Cu/ekor/ hari selama 30 hari. Keracunan kronis bersumber dari pakan yang terkontaminasi Cu atau kelebihan Cu yang disimpan dalam hati. Keracunan kronis politogenus dapat terjadi pada hewan yang merumput di padang penggembalaan yang hijauannya mengandung Cu normal (10−20 mg Cu/kg berat kering), tetapi kandungan sulfatnya berlebih dan atau kandungan molybdenum (Mo) kurang (Tokarnia et al. 2000; Darmono 2001). Keracunan seng sering dijumpai pada hewan yang hidup di daerah tercemar atau dekat dengan limbah pabrik. Pada anak kuda dan babi, keracunan seng menyebabkan lamenes, antriftines, dan osteomalasea, sedangkan pada kelinci menunjukkan gejala nefrosis dan pada anak domba menyebabkan fibrosis pankreas. Kuda yang hidup di daerah pertambangan menunjukkan gejala osteomalasea, kalkulis renalis, dan proteinuria (Sandstead et al. 1998; Brown et al. 2002). Eamens et al. (1984) melaporkan bahwa anak kuda yang digembalakan pada padang rumput yang dekat daerah industri menunjukkan gejala pembentukan tulang abnormal yaitu pembesaran tulang.
Load disqus comments

0 comments