Komponen Dan Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum.
1. Komponen kurikulum
Sebelum melaksanakan kegiatan pengembangan kurikulum, seorang pengembang terlebih dahulu mengenal konaponen atau elemen atau unsur kurikulum. Seperti yang dikemukakan Tyler (1950 dalam Tabs, 1962 : 422) bahwa "it is important as a part of a compherensive theory or organization to indkate just what kinds of elements. An in a given currkulum it is important to identify the partkular elements that shall be used" Dari pemyataan Tyler tersebut, tampak pentingnya mengenal komponen atau elemen atau unsur kurikulum. Herrck (1950 dalam Taba, 1962: 425) mengemukakan 4 (empat) elemen, yakni : tujuan (obejetives), mata pelajaran (subject matter), metode dan organisasi (method and organization), dan evaluasi (evolution). Sedangkan ahli yang lain mengemukakan bahwa kurikulum terdiri dari 4 komponen dasur: (1) aim, goals, and objektive, (2) content, (3) leaming activities, don (4)evaluations (Zais, 1976: 295). Nana Sy. Sukmadinata (1988 : 110) menemukan empat konaporten dari anatomi tubuh kurikulum yang utama adalah tujuan, isi atau materi, proses atau isi penyampaian, serta evaluasi. Berdasarkan uraian tentang komponen-komponen kurikulum sebelumnya, yakni komponen kurikulum yang terdiri dari : tujuan, materil pengalaman belajar, organisasi, dan evaluasi.
a. Tujuan. Tujuan sebagai sebuah komponen kurikulum mempakan kekuatan-kekuatan fundamental yang peka sekali, karena hasil yang diinginkan tidak hanya sangat mempengaruhi bentuk kurikulum, tetapi memberikan arah dan fokus untuk selmh program pendidikan (Zais, 1976 : 297). Apa yang diutarakan oleh Zais mengenai pentingnya tujuan adalah benar adanya, karena tidak ada satupun aspekaspek pendidikan yang lain bertentangan dengan tujuan. Dalam kenyataannya aspek-aspek pendidikan selalu mempertanyakan tentang tujuan. Lebili lanjut Zais (1976 : 307) mengklasifikasik" tujuan menjadi tiga yakni aims, goal, dan objetives, yang ketiganya mempakan suatu hirarki vertikal. Adanya klasifikasi tujuan kurikulum seperti yang disampaikan oleh Zais juga tersurat dalam tujum kurikulum indonesia. Hirearki vertikal tujuan kurikulum di Indonesia, paling tinggi adalah tujuan pendidikan nasional, kemudian tujuan kelembagaan, diikuti tujuan kurikuler, dan tujuan pengajaran. Tujuan pendidikan nasional merupukan tujuan kurikulum tertinggi yang bersumber pada falsafah bangsa (pancasila) dan kebutuhan masyarakat tertuang dalam GBHN dan UU-SPN. Tujuan kelembagaan (tujuan institusional) mempakan tujuan yang menjabarkan tujun pendidikan nasional, bersumber pada tujuan tiap jenjang pendidikan dalam UU-SPN, karekteristik mata pelajaran bidang studi, karakteristik lembaga, dan kebutuhan masyarakat. Tujuan yang terbawah dari hirarki tuju" kurikulum Indonesia adalah tujuan pengajaran., yakni suatu tujuan yang, menjabarkan tujuan kurikuler dan bersumber pada karakteristik mata pelajaran/bidang studi dan karakteristik siswa. Tujuan pengajuan terbagi menjadi dua macam, yakni Tujuan Umum Pengajoran (TUP) dan Tujuan Kbusus Pengajaran (TKP). Apabila dikaji lebih lanjut akan kita temukan bahwa dalam perumusannya, tujuan tersusun hirarki vertikal dari yang tertinggi ke yang terendah dan sebaliknya, untuk pencapaiannya secara hirarki vertikal daii tujuan yang terendah ke tujuan yang lebib tinggi.
Pengembangan hierarki kurikulum secara. vertikal di Indonesia tertampak dalam draft kurikulum tahun 1994/1995. Hirarki tujuan kurikulum vertikal yang tersurat dalam draft kurikulum 1994/1995 tersebut diawali dari tujuan pendidikan nasional, kemudian tujuan kelembagaan, tujuan kurikuler, tujuan bidang studi, tujuan kelas dan tujuan catur wulan serta Tujuan pengajaran. Secara garis besar hierarki tujuan kurikulum dalam draft kurikulum 1994/1995 tersebut, ditujukan untuk lebili tajam diharapkan dapat memudahkan guru menjabarkan.
b. Materi pengalaman belajar. Hal yang mempakan fungsi khusus dari kurikulum pendidikan fonnal adalah memilih dan menyusun isi (komponen kedua dari kurikulum) supaya keinginan tujuan kurikulum dapat dicapai dengan dan paling efektif dan supaya pengetahuan paling penting yang diinginkan pada jalumya dapat disajikan secara efektif (Zais, 1976: 322). Selain itu untuk mencapai tiap tujuan mengajar yang telah ditentukan diperlukan bahan ajaran (Nana Sy. Sukmadinata, 1988 : 114). Namun demikian sebenarnya tidak cukup hanya isil bahan ajaran saja yang dipikirkan dalam kegiatan kurikulum, lebih dari itu adalah pengalaman belajar yang mampu mendukung pencapaian tujuan secara lebili efektif. Hal ini berarti kita memandang kurikulum sebagai suatu rencana untuk belajar, dan tujuan menentukan belajar apa yang penting, maka kurikulum secara pasti mencakup seleksi, dan organisasilmateri dan pengalaman belajar (Taba, 1962 : 266). Isi atau materi kurikulum adalah semua pengetalman, keterampilan, nilai-nilai, dan sikap yang terorganisasi dalam mata pelajaran/bidang studi. Sedangkan pengalaman belajar dapat diartikan sebagai kegiatan belajar tentang atau Belajar bagaimana disiplin berpikir dan strata disiplin thou. Dengan demikian jelaslah bahwa baik materi/isi kurikulum dan pengalaman belajar barus dipikirkan dan dikaji serta diorganisasikan dalam pengembangan kurikulum. Pentingnya materi/isi kurikulum dan pengalaman belajar dapat kita lihat pada pernyataan Taba (1962 : 263) berikut ini : Selecting the content, with accompanying leaming experiences, in one of the two central derision in currkulum making, and there fore rational method of going about it is a matter of great concert "
c. Organisasi. Perbedaan antara behijar di sekolah dan belajar dalam kehidupan adalah dalam hal pengorganisasian secara formal di sekolah. Jika kurikulum merupakan suatu rencana untuk belajar maka isi dan pengalaman belajar membutuhkan pengorganisasian sedemikian rupa sehingga berguna bagi tujuan-tujuan pendidikan (Taba, 1962 : 290). Berdasarkan pendapat Taba tersebut, jelas babwa materi dan pengalaman Belajar dalam kurikulum diorganisasikan untuk mengefektifkan pencapaian tujuan. Namam demikian, perlu kita sadari bahwa pengorganisasian kurikulum merupakan kegiatan yang sulit dan kompleks. Sukar dan kompleknya pengorganisasian kurikulum dikareakan kegiatan tersebut bertalian dengan aplikasi serta pengetahuan yang ada tentang pertumbuhan dan perkembangan peserta didik, dan masalah proses pembelajaran (Sumantri, 1988 : 23).Masalah-masalah utama organisasi kurikulum berkisar pada ruang lingkup (scope), sekuensi kontinuitas, dan integrasi.
Evaluasi. Evaluasi merupakan komponen ke empat kurikulum, mungkin merupakan aspek kegiatan pendidikan yang dipandang paling kecil (Zais, 1976 : 369). Evaluasi ditujukan untuk melakukan evaluasi terhadap belajar sisiwa (basil dan proses) mampun keefektifan kurikulum dan pembelajaran, Lebih lanjut Zais (1976 : 378) mengemukakan evaluasi kurikulum secara luas merupakan suatu usaha sangat besar yang kompleks yang mencoba menantang untuk mengkondifikasi proses salah satu dari istilah sekuensi atau komponen-komponen. Evaluasi kurikulum secara luas tidak hanya menilai dokumen tertulis, tempat yang lebih penting adalah kurikulum yang diterapkan sebagai bahan-bahan fungsional dari kejadian-kejadian yang meliputi interaksi siswa, guru, material, dan lingkungan. Adapun peran evaluasi dalam kurikulum secara keseluruhan baik evaluasi belajar sisiwa maupun keefektifan kurikulum dan pembelajaran, dapat digunakan sebagai dasan pengembangan kurikulum. Dari uraian tentang evaluasi jelaslah bahwa evaluasi bukanlah komponen atau kegiatan pendidikan yang kecil. Sebagai konponen kurikulum, evaluasi merupakan bagian integral dari kurikulum. Kegiatan evaluasi akan memberikan informasi dan data tentang perkembangan belajar siswa maupun keefektifan kurikulum dan pembelajaran, hingga dapat dilihat keputusan-keputusan pembelajaran dan pendidikan secara tepat.
0 comments