Geopolitik Dalam Praktek Kenegaraan
Dari teori geopolitik timbul upaya membuat perbatasan wilayah negara yang dikenal sebagai boundary. Pemikiran maritim dari Mahan, bahwa kekuatan negara tidak tergantung dari luas faktor daratan dengan isinya namun tergantung pula faktor luasnya akses ke laut berikut bentuk pantainya. Bentuk pantai yang memudahkan pengembangan menjadi pelabuhan besar membentuk masyarakat yang kosmopolitan. Oleh karena itu Mahan berpendapat bahwa ada 4 (empa) faktor yang harus diperhatikan yaitu:
1. Situasi geografi, yaitu topomorfologi yang dikaitkan dengan ada tidaknya akses ke laut dan penyebaran penduduk.
2. Kekayaan Alam dan Zona Iklim, yaitu faktor yang mengkaitkan kemampuan industri dengan kemandirian penyediaan pangan.
3. Konfigrasi Wilayah Negara, yang sangat memengaruhi karakter rakyat dan orientasi wawasannya.
4. Jumlah Penduduk
Lebih lanjut Mahan menaruh perhatian pada konfigurasi wilayah negara serta pengaruhnya pada karakter rakyat. Karakter orang pegunungan akan berbeda dengan rakyat di daerah dataran rendah maupun di daerah kepulauan. Pendapat Mahan ini dikembangkan oleh Ratzel yang menyatakan bahwa agar negara menjadi kuat dibutuhkan daratan yang luas dan akses ke laut. Dari pendapat ini pada abad XX Jerman berupaya memperluas daratan ke arah Timur dengan semboyan “Drang nach Osten”.
Pemikiran geografi politik sampai pada akhir abad XIX didominasi oleh pendapat Ratzel dan Mahan yang menganggap negara sebagai organisme dan memengaruhi perilaku kehidupan manusianya. Para penulis geopolitik memandang bahwa wilayah suatu negara merupakan hal yang utama yang harus diperhatikan dalam menyusun strategi negara. Tokoh-tokoh penganut paham determinis dalam tulisannya menerbitkan doktrin kekuatan.
Pada permulaan abad XX banyak penulis Perancis yang beranggapan bahwa negara sebagai organisme hidup memiliki moral dan spiritual sehingga negara bukan merupakan suatu ruang hampa. Dalam negara ada semangat nasionalisme, yang berupa antara lain: rasa kebangsaan, faham kebangsaan, cinta tanah air.
Rudolf Kjellen menamakan pengetahuan geopolitik menjadi Science of the State. Pengetahuan yang melahirkan ajaran untuk mengantisipasi berlakunya hukum alamiah tentang organisme pada negara. Menurut Kjellen akan muncul beberapa negara besar saja yang memengaruhi negara kecil. Bila dikaitkan pada masa itu maka negara yang akan menjadi besar adalah negara yang memiliki jalur-jalur pelayaran niaga. Dengan bertitik tolak pada doktrin wawasan maritim dari Raleight, Inggris mengembangkan kekuatan maritim dengan menguasai pantai-pantai sepanjang Eropa, Asia, Afrika dan Amerika untuk dapat mempertahankan “the life line of the British Empire” (Basrie, 1995: 11).
Mackinder melihat bahwa konflik antar negara sebenarnya bukan karena konflik negara maritim tetapi justru pada negara dalam heartland (Euro-Asia). Yaitu konflik antara kekuatan negara daratan dengan negara kepulauan dan pinggiran, yang menurutnya negara jantung akan lebih unggul. Teori yang cukup kita dikenal ini adalah: “Who rules East Europe commands the heartland. Who rules the Heartland commands the World Island. Who rules World Island commands the World.” (Poernomo, 1973: 73)
Haushoffer mengembangkan teori geopolitik antara lain tentang Lebensraum, (teori yang membenarkan perluasan wilayah sehubungan pertambahan penduduk untuk dapat menunjang swasembada). Kesatuan Region (teori pembagian daerah) yang membenarkan negara besar dan maju untuk mengatur dan sekaligus menyetujui ekspansi ke wilayah yang ditentukan. Teori-teori ini disitir Adolf Hitler dalam bukunya “Mein Kampf”. Doktrin “Hoka I Chiu” digunakan di Jepang, sehingga berkembang semangat rasialis dan mem-bangkitkan militerisme pada sejumlah negara di Eropa dan Asia.
0 comments